Tugas
Proposal Individual
PENGARUH METODE LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PESERTA DIDIK
KELAS XI RMBI MAN 1 MODEL BANDAR LAMPUNG
(Mata
Kuliah “Aplikasi Pembelajaran Bahasa
Arab”)
Disusun
oleh
Anisa
Rizqi Amaliyah 1011020091
Fak/Prodi/Smt:
Tarbiyah/PBA (A)/V (lima)
Dosen
Pembimbing: Akmansyah, MA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
RADEN INTAN
FAKULTAS TARBIYAH
BANDAR
LAMPUNG 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menberi kita berbagai macam nikmat,sehingga
aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,baik
kehidupan di alam dunia ini,sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin
kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima
kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil,
sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah di tentukan.
Kami
menyadari sekali, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkosolidasian kepada dosen serta
teman teman sekalian, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk menyempurnakan makalah makalah kami di lain waktu.
Harapan
yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah mudah mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, temen temen, serta oaring lain
yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul
ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Bandar
Lampung, Desember 2012
PENGARUH METODE LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PESERTA DIDIK
KELAS XI RMBI MAN 1 MODEL BANDAR LAMPUNG
A.
Latar Belakang Masalah
1.
Teori
pokok
a.
Metode
Langsung
Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode
yang memprioritaskan pada ketrampilan berbicara. Metode ini muncul sebagai
reaksi ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya
(gramatika tarjamah), yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang
mati. Seruan-seruan yang menuntut adanya perubahan-perubahan mendasar dalam
cara pembelajaran bahasa itu mendapatkan momentumnya pada awal abad ke-20 di
Eropa dan Amerika, serta digunakan baik di Negara Arab maupun di negara-negara
Islam Asia termasuk Indonesia pada waktu yang bersamaan.
Sebagai suatu reaksiproaktif terhadap
metode gramatika tarjamah, maka karakteristik dari metode ini adalah:
a) memberi prioritas yang tinggi pada
ketrampilan berbicara sebagai ganti ketrampilan membaca, menulis dan
menerjemah,
b) basis pembelajarannya terfokus pada teknik
demontrastif; menirukan dan menghafal langsung ddimana murid-murid merngulang
kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks dan definisi yang
diajarkan secara induktif yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil
kesimpulan,
c) menghindari penggunaan bahasa ibu pelajar,
d) kemampuan komunikasi lisan dilatih secara
cepat melalui Tanya jawab yang terencana dalam pola interaktif yang bervariasi,
e) interaksi antara guru dan murid terjalin
secara aktif,
Jadi, pada dasarnya metode ini berangkat dari
satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa asing tidaklah jauh berbeda dengan
belajar bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif
dalam komunikasi keseharian, diman tahapannya bermula dari mendengarkan
kata-kata, menirukan secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan
kemudian. Metode ini berorientasi pada pembentukan ketrampilan pelajar agar
mampu berbicara secara spontanitas dengan tatabahasa yang fungsional dan
berfungsi untuk mengontrol kebenaran ujarannya hingga mirip penutur aslinya.
b.
Ketrampilan
Berbicara (Kalam) Bahasa Arab
Kemahiran
berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai
dalam pengajaran bahasa modern termasuk bahasa Arab. Berbicara merupakan sarana
utama untuk membina saling pengertian dan komunikasi timbal balik, dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya.
Kegiatan
berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni
antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian
latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh kemampuan mendengarkan,
kemampuan mengucapkan, dan penguasaan kosa kata serta ungkapan yang
memungkinkan anak didik dapat mengkomunikasikan maksud atau fikirannya.
Faktor lain
yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak didik
dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan
dorongan kepada anak didik agar berani berbicara kendatipun dengan resiko
salah.
Pada tahap
permulaan latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan menyimak akan tetapi
tujuan akhir keduanya berbeda. Latihan berbicara menekankan kemampuan eskpresi
atau mengungkapkan ide pikiran pesan kepada orang lain. Sedangan menyimak
adalah kemampuan memahami apa yang disimak. Keduanya merupakan syarat mutlak
bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif secara timbal balik.
Pembelajar
bahasa perlu menyadari bahwa ketrampilan berbicara melibatkan tiga bidang
pengetahuan, yaitu:
a. Mekanik (pengucapan, tata bahasa, dan kosakata); penggunaan
kata-kata yang sesuai dengan susunan dan pengucapan yang benar.
b. Fungsi (transaksi dan interaksi); mengetahui kapan pesan yang
jelas diperlukan (transaksi atau pertukaran informasi) dan kapan pemahaman yang
tepat tidak diperlukan (interaksi atau membangun hubungan).
c. Norma dan aturan sosila budaya (pengalihan pembicara, kecepatan
berbicara, lamanya berhenti anatara pembicara, peran aktif pembicara);
pemahaman tentang siapa yang berbicara kepada siapa, dalam situasi yang
bagaimana, tentang apa, dan untuk apa.
Berikut ini
model-model latihan berbicara yang digunakan dalam melatih ketrampilan kalam
anak didik yaitu;
1. Latihan
asosiasi dan identifikasi
Dimaksudkan
untuk melatih spontanitas siswa dan kecepatannya dalam mengidentifikasi dan
mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya.
2. Latihan Pola
kalimat
a. Latihan
Mekanis.
Latihan ini
bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan
respon yang benar. Ada bermacam-macam latihan mekanis diantaranya adalah:
1) Pengulangan sederhana
2) Penggantian
sederhana
3) Penggantian
berganda
4) Tranformasi penggabungan kalimat dengan penambahan qowa’id
b. Latihan
Bermakna.
1) alat peraga: baik berupa benda-benda alamiah maupun
gambar-gambar yang dipakai untuk memberikan makna pada kalimat-kalimat yang
dilatihkan.
2) Situasi kelas: benda-benda yang ada didalam kelas dapat
dimanfaatkan untuk pemberian makna.
c. Latihan
komunikatif.
Latihan ini
menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan yang sebenarnya. Latihan
percakapan, model-model latihan percakapan itu adalah sebagai berikut:
1. Tanya Jawab.
2. Menghafalkan
Dialog.
3. Percakapan
Terpimpin.
4. Percakapan
Bebas.
5. Bercerita
6. Diskusi
7. Wawancara
8. Drama
9. Berpidato
2.
Data
Awal
a.
Data
awal tentang metode langsung pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar
Lampung
b.
Data
awal tentang kemahiran berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar
Lampung
3.
Permasalahan
Masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah adanya kesenjangan
antara teori metode langsung dengan kemahiran berbicara pada siswa kelas XI
RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran
di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
penerapan metode langsung dalam peningkatan kemampuan berbicara pada siswa
kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung?
2.
Bagaimana
kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar
Lampung?
C.
Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
a.
Untuk
mengetahui bagaimanakah penerapan metode langsung dalam peningkatan kemampuan
berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
b.
Untuk
mengetahui tingkat kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa kelas XI RMBI MAN
1 MODEL Bandar Lampung
2.
Kegunaan
Penelitian
a.
Hasil
penelitian ini diharapkan mampu, memberi informasi yang memadai mengenai
pengaruh metode langsung terhadap kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa
kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
b.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
semua pihak khususnya pada diri penulis sehingga mampu membenahi kekurangan
ataupun kekeliruan yang ada
c.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dan bahan perbandingan khususnya untuk pendidikan
bahasa Arab.
D.
Metode Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang lebih
menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial.
Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena social di jabarkan kedalam
beberapa komponen masalah, variable dan indicator. Setiap variable yang di
tentukan di ukur dengan memberikan simbol–simbol angka yang berbeda–beda sesuai
dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan
menggunakan symbol-symbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif
matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang
belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dati metodologi ini ialah
menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah
suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu
masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu.
Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode
estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu
sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih
terbatas lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam penelitian
kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah bagian kecil
dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari
kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan
metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi
lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul.
2.
Sumber
Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data berbentuk sampel yag
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan populasi.
Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili).
Bila sampel tidak representatif, maka ibarat orang buta disuruh
menyimpulkan karakteristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka la
menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia
menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekornya,
maka la menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas tali. Begitulah kalau
sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang buta itu yang
membuat kesimpulan salah tentang gajah.
Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan
tabel yang dikembangkan para ahli.
Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel adalah 30,
sedangkan dalam penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari
masing-masing kelompok dan untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah
100.
Besaran atau jumlah sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran
tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal
tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah
5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin kecil jumlah sampel. Namun
yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah sampel (semakin mendekati
populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya,
semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar
peluang kesalahan generalisasi.
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data dalam
penelitian kuantitatif. Macmillan & Sally Schumacher mengelompokkan teknik
pengumpulan data kuantitatif dalam enam (6) jenis yakni tes tertulis (paper and pancil tests), wawancara (interviews), kuesioner (questionnaires), pengamatan (observations), pengukuran nonkognitif (noncognitive measures), dan penilaian
alternatif (alternative assessment).
Dalam penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data
yang lebih lengkap, akurat dan konsiten.
Secara lebih rinci, berbagai teknik pengumpulan
data ini dapat dilihat pada uraian berikut ini :
a.
Paper and Pencil Tests
Menurut MacMilan & Schumacher istilah paper and pencil tests diartikan sebagai
a standard set of questions is presented
to each subject in writing (on paper or computer) that requires completion of
cognitive task (2010: 250). Tes tertulis diartikan sebagai seperangkat
pertanyaan yang disajikan kepada setiap subyek penelitian dalam bentuk tertulis
(pada kertas atau komputer) yang menghendaki penyelesaian tugas kognitif. Tugas
kognitif yang dimaksudkan dapat terfokus pada apa yang diketahui seseorang (achievement), kemampuan belajar (ability or aptitude), memilih atau
seleksi (interests, attitudes, or value)
atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills).
Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah
terstandar. Bentuk tes ini telah disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki
kesamaan prosedur dalam administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak
bentuk tes yang telah distandarkan, kita tidak mungkin langsung mengambil salah
satu bentuk tes tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada
penelitian yang akan kita lakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian
bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu sesuai
dengan bentuk tes yang telah tersedia. Oleh karena itu diperlukan kemampuan
agar mampu mengkonstruksi sendiri bentuk tes yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang akan dilakukan.
Terdapat dua kriteria dalam penilaian yakni norm-referenced dan criterion referenced. Pada norm-referenced
atau penilaian acuan normatif (PAN),
interpretasi datanya berdasarkan referensi kelompok. Sedangkan pada criterion-referenced atau penilaian
acuan patokan (PAP), proses interpretasinya berdasarkan seperangkat kriteria
yang telah ditetapkan.
b. Angket/Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Sedangkan
menurut Johnson & Christensen (2000: 127), kuesioner adalah a self-report data-collection instrument
that each research participant fills out as part of research study.
Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen pribadi dimana setiap responden
penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi penelitian. Peneliti menggunakan
kuesioner untuk mendapatkan data tentang pikiran, perasaan, sikap, keyakinan,
nilai, persepsi, kepribadian dan sikap
responden penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih ekonomis, mempunyai item yang
sama untuk semua subyek serta menjamin kerahasiaan (anonim).
c. Wawancara/Interview
Wawancara atau interview merupakan a data collection method in which
interviewer ask interviewee questions (Johnson, 2000: 140). Pada pengertian ini dapat diketahui
bahwa kegiatan wawancara melibatkan dua pihak yakni interviewer atau orang yang melaksanakan kegiatan wawancara dan
juga interviewee atau pihak yang
diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono,
2009: 194).
Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara
terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan
telepon. Menurut Sugiyono (2009: 194-198), terdapat dua jenis wawancara yakni
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
d. Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi diartikan sebagai watching the behaviorial patterns of people
in certain situations to obtain information about the phenomenon of interest (MacMillan
& Schumacher, 2010: 211). Pada
pengertian ini, kegiatan observasi digunakan hanya untuk mengamati pola
perilaku manusia pada situasi tertentu untuk mendapatkan informasi tentang
fenomena yang menarik. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 203), kegiatan
observasi tidak terbatas pada obyek manusia, tetapi juga obyek-obyek alam yang
lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat digunakan untuk penelitian
yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalah-gejalah alam dan
bila responden yang diamati dalam jumlah yang relatif tidak terlalu besar.
Terdapat dua jenis pengamatan yakni observasi
partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan, pengamat
terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati. Sedangkan
pada observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen. Kelemahan jenis observasi ini adalah data yang diperoleh
kurang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna yaitu nilai-nilai dibalik
perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Observasi
nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni observasi terstruktur
dan observasi tidak terstruktur.
Pada observasi kuantitatif berkaitan dengan
standarisasi semua prosedur observasi untuk mendapatkan data penelitian yang
reliabel. Standarisasi ini meliputi siapa yang diobservasi, kapan observasi
dilakukan, dimana observasi dilakukan dan bagaimana kegiatan observasi
berakhir. Observasi kuantitatif biasanya menghasilkan data kuantitatif seperti
jumlah atau frekuensi dan persentase.
4.
Teknik Analisa Data
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa
analisis kuantitatif dapat didekati dari dua sudut pendekatan, yaitu analisis
kuantitatif deskriptif dan analisis kuantitatif inferensial. Bagaimana teknik
penggunaan masing-masing pendekatan tersebut berikut disajikan contoh penggunaannya.
a. Analisis
Kuantitatif Deskriptif
Mengenai data dengan statistik
deskriptif peneliti perlu memperhatikan terlebih dahulu jenis datanya. Jika
peneliti mempunyai data diskrit, penyajian data yang dapat dilakukan adalah
mencari frekuensi
mutlak, frekuensi relatif (mencari persentase), serta mencari ukuran
tendensi sentralnya yaitu: mode, median dan mean
(lebih lanjut lihat Arikunto, 1993: 363).Ciri analisis kuantitatif adalah
selalu berhubungan dengan angka, baik angka yang diperoleh dari pencacahan
maupun penghitungan. Data yang telah diperoleh dari pencacahan selanjutnya
diolah dan disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti oleh pengguna
data tersebut. Sajian data kuantitatif sebagai hasil analisis kuantitatif dapat
berupa angka-angka maupun gambar-gambar grafik.
b. Analisis Kuantitatif Inferensial
Pemakaian
analisis inferensial bertujuan untuk menghasilkan suatu temuan yang dapat
digeneralisasikan secara lebih luas ke dalam wilayah populasi. Di sini
seorang peneliti akan selalu berhadapan dengan hipotesis nihil (Ho) sebagai
dasar penelitiannya untuk diuji secara empirik dengan statistik inferensial.
Jenis
statistik inferensial cukup banyak ragamnya,Peneliti diberikan peluang
sebebas-bebasnya untuk memilih teknik mana yang paling sesuai (bukan yang
paling disukai) dengan sifat/jenis data yang dikumpulkan.
Anisa,, ada pedoman penulisan proposal penelitian gk? kya pny mu ini.. h.nu9roho@gmail.com
BalasHapus