Selasa, 18 Desember 2012

DRAP PROPOSAL


Tugas Proposal Individual
PENGARUH METODE LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PESERTA DIDIK KELAS XI RMBI MAN 1 MODEL BANDAR LAMPUNG

(Mata Kuliah “Aplikasi Pembelajaran Bahasa Arab”)
Disusun oleh
Anisa Rizqi Amaliyah                         1011020091
Fak/Prodi/Smt: Tarbiyah/PBA (A)/V (lima)
Dosen Pembimbing: Akmansyah, MA







INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) RADEN INTAN
FAKULTAS TARBIYAH
BANDAR LAMPUNG 2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menberi kita berbagai macam nikmat,sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,baik kehidupan di alam dunia ini,sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah di tentukan.
Kami menyadari sekali, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkosolidasian kepada dosen serta teman teman sekalian, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah makalah kami di lain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah mudah mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, temen temen, serta oaring lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Bandar Lampung, Desember 2012






PENGARUH METODE LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PESERTA DIDIK KELAS XI RMBI MAN 1 MODEL BANDAR LAMPUNG

A.    Latar Belakang Masalah
1.      Teori pokok
a.       Metode Langsung
Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode yang memprioritaskan pada ketrampilan berbicara. Metode ini muncul sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya (gramatika tarjamah), yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang mati. Seruan-seruan yang menuntut adanya perubahan-perubahan mendasar dalam cara pembelajaran bahasa itu mendapatkan momentumnya pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika, serta digunakan baik di Negara Arab maupun di negara-negara Islam Asia termasuk Indonesia pada waktu yang bersamaan.
Sebagai suatu reaksiproaktif terhadap  metode gramatika tarjamah, maka karakteristik dari metode ini adalah:
a) memberi prioritas yang tinggi pada ketrampilan berbicara sebagai ganti ketrampilan membaca, menulis dan menerjemah,
b) basis pembelajarannya terfokus pada teknik demontrastif; menirukan dan menghafal langsung ddimana murid-murid merngulang kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks dan definisi yang diajarkan secara induktif yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan,
c) menghindari penggunaan bahasa ibu pelajar,
d) kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui Tanya jawab yang terencana dalam pola interaktif yang bervariasi,
e) interaksi antara guru dan murid terjalin secara aktif,
Jadi, pada dasarnya metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi keseharian, diman tahapannya bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukan secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan kemudian. Metode ini berorientasi pada pembentukan ketrampilan pelajar agar mampu berbicara secara spontanitas dengan tatabahasa yang fungsional dan berfungsi untuk mengontrol kebenaran ujarannya hingga mirip penutur aslinya.

b.      Ketrampilan Berbicara (Kalam) Bahasa Arab
Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa modern termasuk bahasa Arab. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian dan komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Kegiatan berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh kemampuan mendengarkan, kemampuan mengucapkan, dan penguasaan kosa kata serta ungkapan yang memungkinkan anak didik dapat mengkomunikasikan maksud atau fikirannya.
Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak didik dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan dorongan kepada anak didik agar berani berbicara kendatipun dengan resiko salah.
Pada tahap permulaan latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan menyimak akan tetapi tujuan akhir keduanya berbeda. Latihan berbicara menekankan kemampuan eskpresi atau mengungkapkan ide pikiran pesan kepada orang lain. Sedangan menyimak adalah kemampuan memahami apa yang disimak. Keduanya merupakan syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif secara timbal balik.
Pembelajar bahasa perlu menyadari bahwa ketrampilan berbicara melibatkan tiga bidang pengetahuan, yaitu:
a. Mekanik (pengucapan, tata bahasa, dan kosakata); penggunaan kata-kata yang sesuai dengan susunan dan pengucapan yang benar.
b. Fungsi (transaksi dan interaksi); mengetahui kapan pesan yang jelas diperlukan (transaksi atau pertukaran informasi) dan kapan pemahaman yang tepat tidak diperlukan (interaksi atau membangun hubungan).
c. Norma dan aturan sosila budaya (pengalihan pembicara, kecepatan berbicara, lamanya berhenti anatara pembicara, peran aktif pembicara); pemahaman tentang siapa yang berbicara kepada siapa, dalam situasi yang bagaimana, tentang apa, dan untuk apa.
Berikut ini model-model latihan berbicara yang digunakan dalam melatih ketrampilan kalam anak didik yaitu;
1. Latihan asosiasi dan identifikasi
Dimaksudkan untuk melatih spontanitas siswa dan kecepatannya dalam mengidentifikasi dan mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya.
2. Latihan Pola kalimat
a. Latihan Mekanis.
Latihan ini bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan respon yang benar. Ada bermacam-macam latihan mekanis diantaranya adalah:
1) Pengulangan sederhana
2) Penggantian sederhana
3) Penggantian berganda
4) Tranformasi penggabungan kalimat dengan penambahan qowa’id
b. Latihan Bermakna.
1) alat peraga: baik berupa benda-benda alamiah maupun gambar-gambar yang dipakai untuk memberikan makna pada kalimat-kalimat yang dilatihkan.
2) Situasi kelas: benda-benda yang ada didalam kelas dapat dimanfaatkan untuk pemberian makna.
c. Latihan komunikatif.
Latihan ini menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan yang sebenarnya. Latihan percakapan, model-model latihan percakapan itu adalah sebagai berikut:
1. Tanya Jawab.
2. Menghafalkan Dialog.
3. Percakapan Terpimpin.
4. Percakapan Bebas.
5. Bercerita
6. Diskusi
7. Wawancara
8. Drama
9. Berpidato

2.      Data Awal
a.       Data awal tentang metode langsung pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
b.      Data awal tentang kemahiran berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung

3.      Permasalahan
Masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah adanya kesenjangan antara teori metode langsung dengan kemahiran berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1.      Bagaimanakah penerapan metode langsung dalam peningkatan kemampuan berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung?
2.      Bagaimana kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
a.    Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan metode langsung dalam peningkatan kemampuan berbicara pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
b.    Untuk mengetahui tingkat kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung

2.      Kegunaan Penelitian
a.       Hasil penelitian ini diharapkan mampu, memberi informasi yang memadai mengenai pengaruh metode langsung terhadap kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa kelas XI RMBI MAN 1 MODEL Bandar Lampung
b.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap semua pihak khususnya pada diri penulis sehingga mampu membenahi kekurangan ataupun kekeliruan yang ada
c.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dan  bahan perbandingan khususnya untuk pendidikan bahasa Arab.

D.    Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena social di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable dan indicator. Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol–simbol angka yang berbeda–beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan symbol-symbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dati metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul.

2.      Sumber Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data berbentuk sampel yag merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
Bila sampel tidak representatif, maka ibarat orang buta disuruh menyimpulkan karakteristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka la menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekornya, maka la menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas tali. Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang buta itu yang membuat kesimpulan salah tentang gajah.
Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang dikembangkan para ahli.  Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Besaran atau jumlah sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi.

3.      Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif. Macmillan & Sally Schumacher mengelompokkan teknik pengumpulan data kuantitatif dalam enam (6) jenis yakni tes tertulis (paper and pancil tests), wawancara (interviews), kuesioner (questionnaires), pengamatan (observations), pengukuran nonkognitif (noncognitive measures), dan penilaian alternatif (alternative assessment). Dalam penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, akurat dan konsiten.
Secara lebih rinci, berbagai teknik pengumpulan data ini dapat dilihat pada uraian berikut ini :
a.        Paper and Pencil Tests
Menurut MacMilan & Schumacher istilah paper and pencil tests diartikan sebagai a standard set of questions is presented to each subject in writing (on paper or computer) that requires completion of cognitive task (2010: 250). Tes tertulis diartikan sebagai seperangkat pertanyaan yang disajikan kepada setiap subyek penelitian dalam bentuk tertulis (pada kertas atau komputer) yang menghendaki penyelesaian tugas kognitif. Tugas kognitif yang dimaksudkan dapat terfokus pada apa yang diketahui seseorang (achievement), kemampuan belajar (ability or aptitude), memilih atau seleksi (interests, attitudes, or value) atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills).
Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah terstandar. Bentuk tes ini telah disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki kesamaan prosedur dalam administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak bentuk tes yang telah distandarkan, kita tidak mungkin langsung mengambil salah satu bentuk tes tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada penelitian yang akan kita lakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu sesuai dengan bentuk tes yang telah tersedia. Oleh karena itu diperlukan kemampuan agar mampu mengkonstruksi sendiri bentuk tes yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
Terdapat dua kriteria dalam penilaian yakni norm-referenced dan criterion referenced. Pada norm-referenced atau penilaian acuan normatif (PAN),  interpretasi datanya berdasarkan referensi kelompok. Sedangkan pada criterion-referenced atau penilaian acuan patokan (PAP), proses interpretasinya berdasarkan seperangkat kriteria yang telah ditetapkan.

b.      Angket/Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Sedangkan menurut Johnson & Christensen (2000: 127), kuesioner adalah a self-report data-collection instrument that each research participant fills out as part of research study. Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen pribadi dimana setiap responden penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi penelitian. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang pikiran, perasaan, sikap, keyakinan, nilai, persepsi, kepribadian dan sikap    responden penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih ekonomis, mempunyai item yang sama untuk semua subyek serta menjamin kerahasiaan (anonim). 

c.       Wawancara/Interview
Wawancara atau interview merupakan a data collection method in which interviewer ask interviewee questions (Johnson, 2000: 140). Pada pengertian ini dapat diketahui bahwa kegiatan wawancara melibatkan dua pihak yakni interviewer atau orang yang melaksanakan kegiatan wawancara dan juga interviewee atau pihak yang diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2009: 194).
Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Menurut Sugiyono (2009: 194-198), terdapat dua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

d.      Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi diartikan sebagai watching the behaviorial patterns of people in certain situations to obtain information about the phenomenon of interest (MacMillan & Schumacher, 2010: 211). Pada pengertian ini, kegiatan observasi digunakan hanya untuk mengamati pola perilaku manusia pada situasi tertentu untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang menarik. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 203), kegiatan observasi tidak terbatas pada obyek manusia, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalah-gejalah alam dan bila responden yang diamati dalam jumlah yang relatif tidak terlalu besar.
Terdapat dua jenis pengamatan yakni observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan, pengamat terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati. Sedangkan pada observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Kelemahan jenis observasi ini adalah data yang diperoleh kurang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna yaitu nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Observasi nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur.
Pada observasi kuantitatif berkaitan dengan standarisasi semua prosedur observasi untuk mendapatkan data penelitian yang reliabel. Standarisasi ini meliputi siapa yang diobservasi, kapan observasi dilakukan, dimana observasi dilakukan dan bagaimana kegiatan observasi berakhir. Observasi kuantitatif biasanya menghasilkan data kuantitatif seperti jumlah atau frekuensi dan persentase.

4.      Teknik Analisa Data
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa analisis kuantitatif dapat didekati dari dua sudut pendekatan, yaitu analisis kuantitatif deskriptif dan analisis kuantitatif inferensial. Bagaimana teknik penggunaan masing-masing pendekatan tersebut berikut disajikan contoh penggunaannya.
a.       Analisis Kuantitatif Deskriptif
Mengenai data dengan statistik deskriptif peneliti perlu memperhatikan terlebih dahulu jenis datanya. Jika peneliti mempunyai data diskrit, penyajian data yang dapat dilakukan adalah mencari frekuensi mutlak, frekuensi relatif (mencari persentase), serta mencari ukuran tendensi sentralnya yaitu: mode, median dan mean (lebih lanjut lihat Arikunto, 1993: 363).Ciri analisis kuantitatif adalah selalu berhubungan dengan angka, baik angka yang diperoleh dari pencacahan maupun penghitungan. Data yang telah diperoleh dari pencacahan selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti oleh pengguna data tersebut. Sajian data kuantitatif sebagai hasil analisis kuantitatif dapat berupa angka-angka maupun gambar-gambar grafik.
b.      Analisis Kuantitatif Inferensial
Pemakaian analisis inferensial bertujuan untuk menghasilkan suatu temuan yang dapat digeneralisasikan  secara lebih luas ke dalam wilayah populasi. Di sini seorang peneliti akan selalu berhadapan dengan hipotesis nihil (Ho) sebagai dasar penelitiannya untuk diuji secara empirik dengan statistik inferensial.
Jenis statistik inferensial cukup banyak ragamnya,Peneliti diberikan peluang sebebas-bebasnya untuk memilih teknik mana yang paling sesuai (bukan yang paling disukai) dengan sifat/jenis data yang dikumpulkan.



                                           

1 komentar:

  1. Anisa,, ada pedoman penulisan proposal penelitian gk? kya pny mu ini.. h.nu9roho@gmail.com

    BalasHapus